Senin ,27 September 2021
NasionalismeNews.Com- SulSel_Luwu Timur –
Pilkades diLuwu Timur tahun 2021 akan diikuti 60 desa dari total 124 desa, adapun jadwal pelaksanaan nya direncanakan pada tanggal 2 November.
di Kabupaten Luwu Timur,
Warga Desa Asuli protes dengan adanya pemegang Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau KTP elektronik tak bisa mencoblos. Untuk menunaikan hak pilihnya,Sebagai Warga Negara, mereka mesti masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkades.
Mendadak sontak, keputusan ini pun menuai protes warga, maupun tim sukses calon kepala desa yang merasa dirugikan dengan aturan ini. Keharusan terdaftar dalam DPT bagi calon pemilih ini pun dianggap berpotensi menghilangkan hak suara warga yang sejatinya berhak memilih.
Protes itu salah satunya terjadi di Desa Asuli, Kecamatan Towuti. Hidayat Rusdi, warga Desa Asuli mengatakan, di desanya seorang pemegang KTP elektronik tak bisa memilih jika tak tercantum dalam DPT Pilkades.
Menurut dia, aturan ini berlawanan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 102/PUU-VII/2009. Dalam putusan ini, MK telah memerintahkan KPU membuat aturan teknis penggunaan hak pilih yang tidak terdaftar dalam DPT dengan ketentuan bisa dengan menunjukkan KTP, paspor, KK atau sejenisnya yang masih berlaku.
Putusan MK ini lantas menjadi rujukan untuk pemilu lainnya dan praktis membuat pemilik KPT elektronik bisa memilih asal menunaikan hak pilihnya di daerah asal atau domisili yang tercantum dalam e-KTP.
“Ini juga menjadi rujukan untuk Pilkada, dimana seseorang warga yang memiliki KTP El dan secara ketentuan sudah memenuhi persyaratan memilih boleh mencoblos,” ujarnya, Sabtu, 25 September 2021, malam.
Dia pun mengaku telah berkomunikasi dengan panitia pilkades di desanya. Jawaban yang diberikan ketua panitia, berdasarkan keputusan untuk meniadakan hak memilih bagi pemegang KTP elektronik yang tak terdaftar dalam DPT dengan mengacu kepada Peraturan Pelaksanaan Atas Peraturan Daerah Kabupaten mengenai Tata Cara Pencalonan, Pemilihan Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa.
Di pasal 7 Perbup tersebut, tertulis bahwa untuk dapat menggunakan hak pilih dalam pemilihan kepala desa (Pilkades) harus terdaftar sebagai pemilih.
Hidayat menilai Perbup tersebut berlawanan dengan putusan MK dan berpotensi mengebiri hak warga negara dalam berdemokrasi. Seorang warga berpotensi kehilangan hak suaranya, meski sejatinya berhak sebagai Warga Negara Indonesia untuk memilih.
“Jangan sampai tata cara mengalahkan hak dasar negara,” dia menegaskan.
Sejauh pengetahuannya, aturan bahwa seorang warga harus tercantum dalam DPT untuk bisa menunaikan hak pilihnya ,masyarakat tetap bisa memilih meski acuannya tetap sama, Permendagri Nomor 112 Tahun 2014.
Acuan putusan MK ini menurut dia, juga digunakan sebagai dasar untuk Hak memilih bagi seorang pemilik KTP elektronik tetap bisa mencoblos meski tak terdaftar dalam DPT Pilkades.
“Ini berpotensi untuk menghilangkan hak suara seorang calon Kades, bagi warga punya hak suara . Karena apa, karena Pilkades ini kan bukan lex spesialis kan,” ungkap Hidayat menegaskan.
( Lullung )