NasionalismeNews – Pihak kepolisian menyebut pelaku tindak pidana penipuan, penggelapan dan pencucian mata uang berkedok obligasi yang ditangkap di Tegal, Jawa Tengah merupakan seorang dukun. Konon, dia memiliki kemampuan menggandakan uang.
Dalam penelusuran kasus tersebut, polisi menangkap terduga pelaku berinial J dan A, pada 25 Mei. Kedua pelaku mempunyai perannya masing-masing. Kerugian ditaksir mencapai Rp36 miliar.
“Yang satunya si A (bisa menggandakan uang), kalau si J hanya mendukung mencari korban,” kata Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri Kombes Jamaluddin di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Para korban berlatar belakang profesi cukup beragam, salah satunya ialah pengusaha. Mereka terpedaya dengan pelaku yang telah dianggap memiliki kesaktian tersebut.
“Ada pengusaha juga ada. Karena percaya itu saling tektokan itu sehingga percaya sehingga mau menyerahkan uang,” jelas Jamaluddin.
Jamaluddin menuturkan karakter pelaku dikenal sebagai orang suka berbagi terhadap sesama di lingkungannya. Hal inilah yang meyakinkan warga di lingkungannya.
“Terus si A ini royal. Jadi kalau dia ke kampung dia bagi-bagi uang. Jadi orang sekitar melihat dia orang berada dan mampu, punya kemampuan gandain uang,” tuturnya.
Modusnya para pelaku menjanjikan akan memberikan keuntungan investasi kepada korban dalam bentuk obligasi yang dinamakan ‘obligasi dragon.’
“Mereka melalui jaringannya menginformasikan ini ada obligasi, untungnya sekian miliaran. Percayanya apa? jadi mereka tektokan. Jadi coba cek ke sana, ke si A, Karena dianggap orang punya ilmu. Jadi modusnya dia taruh uang sekian nanti ada kelipatan sekian,” bebernya.
Polisi pun menyita barang bukti seperti 9.800 lembar pecahan 5.000 Won, 2.100 lembar pecahan 1 juta Euro, 2.600 lembar pecahan 100 dolar Amerika, 100 lembar obligasi pecahan Rp1 triliun, 200 lembar obligasi pecahan Rp1.000, pecahan Rp1 juta mencapai 300 lembar, pecahan Rp5.000 ada 100 lembar, dan 2.000 lembar pecahan Rp1 juta triliun.
Para tersangka dijerat Pasal 372 KUHP, Pasal 378 KUHP, Pasal 345 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011. Para pelaku beraksi sejak tahun 2019, keduanya ditangkap di lokasi berbeda, Tegal dan Cirebon.