Nasionalismenews.com – Jakarta | Presiden Rusia, Vladimir Putin, memerintahkan militer Rusia memblokade kawasan industri Azovstal di Mariupol, Ukraina selatan, lokasi yang dianggap sebagai benteng terakhir untuk mempertahankan kota tersebut dari gempuran tentara Rusia.
Dalam wawancara di televisi, Putin mengucapkan selamat kepada Menteri Pertahanan, Sergei Shoigu, atas “keberhasilan mengambil alih” kota pelabuhan penting ini.
Putin meminta agar serangan ditunda dulu dan untuk sekarang diblokade “sehingga lalat pun tidak bisa lolos” dari kawasan ini.
“Menurut saya, menggempur kawasan industri [Azovstal] bukan tindakan bijak. Saya memerintahkan agar serangan dibatalkan,” kata Putin.
“Ini adalah kasus yang menuntut kita untuk berpikir ulang … ada keperluan untuk memikirkan nyawa dan kesehatan pasukan kita.”
“Tak perlu kita melewati kuburan-kuburan bawah tanah dan merangkak di bawah tanah di fasilitas industri ini. Blokade saja, sehingga tak ada satu lalat pun yang bisa lolos,” kata Putin.
Putin menyebut invasi di Mariupol sebagai kesuksesan dan memberi ucapan selamat kepada Shoigu.
“Sampaikan ucapan terima kasih kepada pasukan Anda. Silakan ajukan proposal agar para tentara diberi penghargaan … pemahaman kami adalah mereka semua pahlawan,” kata Putin.
Shoigu mengatakan sekitar 2.000 orang ada di kompleks Azovstal.
Ribuan orang tewas dalam serangan Rusia di Mariupol yang telah berlangsung selama dua bulan.
1.000 warga sipil berlindung di Azovstal
Ukraina mengatakan sekitar 1.000 warga sipil berlindung di satu pabrik baja di kompleks tersebut, bersama sejumlah petempur Ukraina yang masih tersisa.
Pada Rabu (20/04), Mayor Serhiy Volyna, komandan tentara Rusia di Azovstal mengatakan tentara yang ia pimpin tidak akan menyerah.
Dalam satu rekaman video, Mayor Volyna meminta bantuan internasional untuk 500 serdadu yang terluka dan ratusan perempuan dan anak-anak yang bersembunyi bersama pasukannya.
“Mungkin waktu kami hanya tersisa beberapa hari atau beberapa jam lagi,” kata Mayor Volyna.
“Musuh mengerahkan unit-unit yang melebihi jumlah kami puluhan kali, mereka unggul di udara, artileri, pasukan infanteri, mesin-mesin [perang lain], dan tank-tank,” kata Mayor Volyna.
Penasihat di Kementerian Pertahanan Ukraina, Yuriy Sak, kepada BBC hari Kamis (21/04) mengatakan situasi di Mariupol masih sangat sulit.
“Saat ini ada lebih 1.000 warga sipil yang berlindung di sana. Penasihat presiden mengatakan ia siap berangkat ke Mariupol dan berunding tanpa syarat. Sejauh ini kami belum mendapatkan tanggapan [dari pihak Rusia],” ungkap Sak.
Ia mengatakan sebelum perang, terdapat lebih 500.000 warga di Mariupol.
“Sekarang ini, sekitar 100.000 orang terjebak di kota yang diduduki [Rusia]. Tapi tak semua wilayah Mariupol di bawah kendali Rusia,” katanya.
Warga di kota ini, kata Sak, sulit mendapatkan akses air minum dan makanan.
“Tragedi kemanusiaan sudah memakan korban … wali kota sudah mengatakan korban tewas mencapai lebih dari 20.000 orang,” kata Sak.
Ia juga mengatakan Ukraina akan mempertahankan Mariupol “sampai tetes darah penghabisan”.
“Para pejuang kami akan mempertahankan Mariupol sampai kapan pun. Militer dan para pemimpin militer Ukraina akan mengambil tindakan apa pun untuk mendukung dan membebaskan para pejuang dan warga sipil,” kata Sak.
“Dan tentu saja semakin cepat bantuan militer [dari Barat] tiba, itu semakin baik, sehingga kami bisa membantu para pejuang kami di garis depan, baik di Mariupol maupun di tempat-tempat lain,” katanya.
Ia membantah pernyataan para pejabat Rusia yang mengatakan Mariupol akan segera jatuh ke tangan tentara Rusia.