Kekuatan Nasionalisme untuk Keutuhan Bangsa dan Negara

Oleh : Pemimpin Redaksi nasionalismenews.com

NASIONALISMENEWS, [Jakarta] – Sejarah mencatat bahwa setidaknya ada empat hal yang dapat menjadi perekat bangsa, yaitu pertama, jaringan perdagangan di masa lampau; kedua, penggunaan bahasa yang sejak 1928 kita sebut sebagai bahasa Indonesia; ketiga, imperium Hindia-Belanda sesudah paxneerlandica, dan keempat, pengalaman bersama hidup sebagai bangsa Indonesia sejak 1945.

Proses pembentukan bangsa Indonesia diawali oleh keinginan untuk lepas dari penjajahan dan ingin memiliki kehidupan yang lebih baik bebas dari penindasan dan bebas untuk melakukan apa yang diinginkan sebagai sebuah bangsa yang dibalut dalam rasa Nasionalisme. kemudian Kerangka cita-cita Nasional (bangsa) tersebut terangkum apik dalam pembukaan UUD 1945, dengan Negara republik Indonesia sebagai pengemban amanah dari kedaulatan rakyat Indonesia. Pertumbuhan wawasan kebangsaan Indonesia bersifat unik dan tidak dapat disamakan dengan pertumbuhan nasionalisme bangsa lain.

Walaupun rasa “persatuan” ke-Indonesia-an telah bertunas lama dalam sejarah bangsa Indonesia, namun semangat kebangsaan atau nasionalisme ke-Indonesia-an dalam arti yang sesungguhnya, secara formal baru lahir pada permulaan abad ke-20. Semangat kebangsaan tersebut lahir sebagai reaksi perlawanan terhadap kolonialisme yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Karena itu, nasionalisme Indonesia kontemporer terutama berakar pada keadaan bangsa Indonesia pada abad keduapuluh, namun beberapa dari akar-akarnya berasal dari lapisan sejarah yang jauh lebih tua (Kahin, 1970).

Kebangkitan dan lahirnya semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia pada awal abad ke-20, ditandai oleh tiga momentum sejarah yang saling terkait erat dan tidak dapat dipisahkan, yaitu : Kebangkitan nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945. Ketiga momentum sejarah tersebut, merupakan rangkaian proses terbentuknya nasionalisme Indonesia yang sarat dengan nilai – nilai keIndonesiaan. Semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia berpijak pada sistem nilai dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

Hal ini tercermin dalam pidato Bung Karno (7 Mei 1953) di Universitas Indonesia, yang intinya ialah: Pertama, nasionalisme Indonesia bukan nasionalisme sempit (chauvinism) tetapi nasionalisme yang mencerminkan perikemanusiaan (humanisme, internasionalisme); Kedua, kemerdekaan Indonesia tidak hanya bertujuan untuk menjadikan negara yang berdaulat secara politik dan ekonomi, tetapi juga mengembangkan kepribadian sendiri atau kebudayaan yang “bhinneka tunggal ika”.

Menurut Notonagoro, seorang ahli filsafat dan hukum dari Universitas Gajah Mada, nasionalisme dalam konteks Pancasila bersifat “majemuk tunggal” (bhinneka tunggal ika). Unsur-unsur yang membentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut: Kesatu, Kesatuan Sejarah. yaitu kesatuan yang dibentuk dalam perjalanan sejarahnya yang panjang sejak zaman Sriwijaya, Majapahit dan munculnya kerajaan-kerajaan Islam hingga akhirnya muncul penjajahan VOC dan Belanda. Secara terbuka nasionalisme mula pertama dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan mencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.

Kedua, Kesatuan Nasib. Bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki persamaan nasib, yaitu penderitaan selama masa penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan secara terpisah dan bersama-sama. Ketiga, Kesatuan Kebudayaan. Walaupun bangsa Indonesia memiliki keragaman kebudayaan dan menganut agama yang berbeda, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yang serumpun dan mempunyai kaitan dengan agama-agama besar yang dianut bangsa Indonesia.

Keempat, Kesatuan Wilayah. Bangsa ini hidup dan mencari penghidupan di wilayah yang sama yaitu tumpah darah Indonesia. Kelima, Kesatuan Asas Kerohanian. Bangsa ini memiliki kesamaan cia-cita, pandangan hidup dan falsafah kenegaraan yang berakar dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri di masa lalu maupun pada masa kini. Bagi bangsa Indonesia, mengutip sejarawan sosial Charles Tilly, Nasionalisme kita adalah “state-led nationalism”.

Semacam nasionalisme yang dibangun dari atas, dan lalu meluncur ke bawah. Artinya, negara harus membentuk watak dan karakter serta memberi arah bagi anak bangsa. Negara harus melakukan konstruksi wawasan kebangsaan sebagai “proyek bersama” (common project) bagi seluruh warganya. Namun demikian, apa yang diupayakan negara tentu saja harus dipahami, dimengerti dan didukung oleh seluruh anak bangsa tanpa terkecuali.

Bagi bangsa Indonesia, perang merupakan jalan terakhir yang terpaksa harus ditempuh untuk mempertahankan ideologi negara, kemerdekaan dan kedaulatan NKRI. Doktrin dan Sistem Pertahanan Negara Indonesia tersebut secara tersirat mencerminkan pandangan bangsa Indonesia tentang konsep perang dan damai, yakni “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan”.

Oleh karenanya, bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran tentang kekuasaan dan adu kekuatan, karena hal tersebut mengandung benih-benih persengketaan, permusuhan dan ekspansionisme. Indonesia mengembangkan dan menyelenggarakan sistem pertahanan negaranya dalam nuansa keterbukaan, yang merupakan perwujudan prinsip cinta damai dan ingin hidup berdampingan secara harmonis dengan negara negara lain.

Sikap dan cara pandang bangsa Indonesia tersebut merefleksikan pandangan Geopolitik dan Geostrategi bangsa Indonesia yang secara jelas dituangkan dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2008. Sistem Pertahanan Semesta. Sebagai penjabaran konstitusi pada aspek pertahanan, bangsa Indonesia telah menyusun Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang menetapkan bahwa Sistem Pertahanan Negara Indonesia adalah sistem pertahanan bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya.

Hal ini merupakan upaya untuk menyinergikan kinerja komponen Militer dan Nir Militer dalam rangka menjaga, melindungi dan memelihara kepentingan nasional Indonesia. Sistem Pertahanan Semesta memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter yang saling menyokong dalam menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara ditegaskan bahwa sebagai wujud dari kesemestaan, pelibatan seluruh warga negara dalam upaya bela negara merupakan kewajiban sekaligus haknya.

UU Pertahanan Negara juga mengklasifikasikan bahwa bala pertahanan negara yang digolongkan pada tiga kelompok, yakni Komponen Utama (TNI), Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. UU RI Nomor 3 Tahun 2002 pasal 9 ayat (2) juga menjabarkan bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, diselenggarakan melalui: pendidikan kewarganegaraan; pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; pengabdian sebagai prajurit TNI; dan pengabdian sesuai dengan profesi.

Dengan demikian, Sistem Pertahanan Semesta dilaksanakan dengan melibatkan seluruh warga negara, wilayah, serta segenap sumber daya nasional yang dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut. Pada masa damai, sistem pertahanan semesta dibangun untuk menghasilkan daya tangkal yang tangguh dengan menutup setiap ruang yang dapat menjadi titik lemah.

Pembangunan Sistem Pertahanan Semesta pada masa damai dilaksanakan dalam kerangka pembangunan nasional yang tertuang dalam program pemerintah yang berlaku secara nasional. Tentara Nasional Indonesia (TNI) di masa damai melaksanakan fungsi Operasi Militer Selain Perang (OMSP), membantu lembaga pemerintah di luar Kementerian Pertahanan dan masyarakat untuk melaksanakan fungsi Pertahanan Sipil sesuai profesinya menghadapi ancaman non-militer.

Disamping itu, TNI juga membantu pemerintah (dalam hal ini Kementerian Pertahanan) dalam rangka melatih dan membentuk sumber daya manusia non-TNI, potensi sumber daya alam dan buatan, serta sarana prasarana nasional untuk ditransformasikan menjadi potensi pertahanan negara pada saat dibutuhkan.

Pada masa perang atau pada kondisi negara menghadapi ancaman nyata, pemerintah mendayagunakan Sistem Pertahanan Negara sesuai dengan hakikat ancaman atau tantangan yang dihadapi. Sistem Pertahanan Negara dalam menghadapi ancaman militer memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter dalam susunan Komponen Utama Pertahanan, yaitu TNI, serta Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional.

Komponen Cadangan dibentuk dari sumber daya nasional yang dipersiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan TNI. Spektrum Bela Negara. Dalam perspektif hidup bernegara, konsep pertahanan negara dalam masa damai maupun masa perang tersebut pada dasarnya merefleksikan spektrum bela negara yang harus dipahami oleh setiap warganegara. Hal ini mengingat bahwa setiap bangsa akan senantiasa dihadapkan pada perjuangan untuk mempertahankan ruang hidup dan kepentingan nasionalnya.

Oleh karena itu, spektrum bela negara tidak terbatas pada pemahaman bela negara secara fisik pada masa perang saja, melainkan juga mencakup pada aspek yang lebih luas mulai dari bentuk yang paling halus (soft) hingga aspek yang paling keras (hard). Bela negara dalam spektrum yang halus atau lunak (soft) mencakup aspek psikologis (psychological) dan aspek fisik (physical). Aspek psikologis mencerminkan kondisi jiwa, karakter dan jati diri setiap warganegara yang dilandasi oleh pemahaman nilai – nilai luhur bangsa, Ideologi Pancasila dan UUD NRI tahun 1945. Muara kondisi psikologis ini akan direpresentasikan oleh pola pikir dan pola sikap yang mencerminkan soliditas wawasan kebangsaan, persatuan dan kesatuan bangsa serta kesadaran bela negara.

Aspek fisik pada dasarnya merupakan implementasi dan perwujudan bela negara aspek psikologis yang tercermin dari pola tindak secara nyata dalam perjuangan mengisi kemerdekaan melalui berbagai aktitivitas, mulai dari pengabdian sesuai profesi, menjunjung tinggi nama bangsa dan negara dalam berbagai kegiatan nasional maupun internasional, partisipasi aktif dalam penanganan permasalahan sosial maupun bencana hingga kewaspadaan individual dalam menghadapi ancaman non fisik dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Bela negara dalam spektrum yang keras (hard) merupakan bentuk hak dan kewajiban perwujudan bela negara secara fisik dalam menghadapi ancaman yang didominasi oleh ancaman militer negara lain.

Disadari bahwa saat ini, perang yang melibatkan kekuatan militer secara langsung sudah tidak menjadi model penyelesaian konflik antar dua negara. Namun demikian, sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, bangsa Indonesia harus tetap memiliki kesadaran bahwa probabilitas terjadinya perang masih sangat terbuka. Perang terbatas yang terjadi di berbagai kawasan di Afrika, Afganistan dan Irak merupakan gambaran bahwa probabilitas perang masih menjadi pilihan dalam mempertahankan kepentingan nasional suatu bangsa.

Dengan berbagai permasalahan perbatasan dengan negara tetangga yang belum terselesaikan, maka spektrum bela negara secara fisik tetap harus dipahami, dijaga dan dikembangkan secara proporsional dan profesional. Untuk itu, negara telah menyusun doktrin dan sistem pertahanan semesta yang mengakomodosi hak maupun kewajiban bela negara warganegaranya secara terencana, terukur, terorganisir dan sistematis. Mekanisme pelaksanaan yang ditetapkan oleh peraturan perundangan terkait peran, tugas dan tanggung jawab Komponen Utama, Komponen Cadangan (Kombatan) dan Komponen Pendukung (Non Kombatan) harus dipahami secara utuh tanpa disertai pretensi negatif yang melahirkan sikap resistensi.

Pasca refrormasi kondisi social politik (sospol) di negri ini makin kacau, gerakan demi gerakan untuk mengamandemen UUD 45 yang di falsafati pada ruh persatuan dan kesatuan (nasionalisme) dan marwah Negara kesatuan reblik Indonesia (NKRI) semakin tersamar. Atmosfir social politik ini memeng konsekuensi logis benih dari otoritarianisme strategi politik yang dijalankan soeharto.

Kuntowijoyo menyebut sejarah republic Indonesia selama 32 thn kepemimpinan order baru sebagai disnupted history atau sejarah yang terputus. Karena bagaimana sistematisnya pembungkam pada segala sector social, politik, ekonomi dan keamanan masyarakat yang dilakukan jendral besar ini.jatoh nya rezim soeharto pada mei 98 oleh gerakan pro reformasi yang diiringi dengan krisis ekonomi.

Indonesia seharusnya yang membuat para aktor politik Indonesia menemukan momentum untuk menuju kearah perubahan sosial yang lebih baik, berturut-turut semenjak kepemimpinan habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY, NKRI ini belum juga menemukan indeologi atau setidaknya star tergi budaya yang tepat untuk dijadikan word-view sebagai barometer dalam bertindak dan berfikir masyarakat Indonesia padahal startegi budaya sudah terbukti pada Negara China, India, Iran bahkan Malasya.

Konstlasi politik menjelang pilpres 2024 ini lebih mencengangkan lagi, tengoklah bagaimana aktor politik kita sekarang memainkan dagelan mirip roman picisan yang tak jelas prinsip dan hanya memuaskan nafsu konsumtif belaka, Nasionalisme yang sempat naik daun menjadi jargon politik pada decade awal, kini tenah digodok dan diganyang tak jelas arah dan tujuannya, berawal dari tingkat pola caleg yang ‘ngambek’ ketika gagal duduk di lembaga legislative pada pemilu 9 apri lalu.

Di berbagai daerah, ‘caleg sters’ ini menujukan gejalah aneh tanpa pernah berfikir jernih. Bahwa kalaupun mereka menang dan duduk menjadi anggota legislatif semuanya untuk kepentingan masyarakat bukannya malah berpola seperti pedagang yang berorientasi untung rugi dalam mengemban amanah rakyat.

Dalam pemilihan presiden (pilpres) lalupun para petinggi partai sepertinya mengesampingkan nilai-nilai Nasionalisme, setidaknya ini terlihat dengan perubahan sikap yang begitu cepat menghinggap pada para calon presiden tersebut, mereka gontok-gontokan di jajaran Elite dan bersikap seperti hanya membodohi rakyat, jadi timbul pertannyaan kita, apakah mereka, (elit politik sedang berlomba untuk duduk dipuncak pemerintahan) memikirkan nasib sekian ratus juta rakyat Indonesia, atau malah wawasan kembangsaan, (jiwa Nasionalisme) para pemimpin itu sudah tergerus sehinga hanya melacur demi kepentingan pribadi maupun golonganya, bersatulah demi terciptanya keutuhan bangsa dan Negara dan tunjukan pada dunia bahwa sebenanya kita mampu,,….

Next Post

Rizky Nazar dan Syifa Hadju Minta Doa, Bahas Soal Pernikahan

Tue Aug 31 , 2021
NasionalismeNews-Jakarta-Pasangan artis Rizky Nazar dan Syifa Hadju turut hadir di pernikahan Rizky Billar dan Lesti Kejora. Dalam vlog yang baru diunggah Verrell Bramasta, Rizky Nazar pun ditodong pertanyaan kapan nikah. Rizky Nazar dan Syifa Hadju memang sudah menjalin hubungan sekira dua tahun. “Ini pernikahan Rizky Billar udah, Rizky Nazar kapan […]

Lihat Juga

Chief Editor

Johny Watshon

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur

Quick Links